Senin, 26 Desember 2011

MASALAH AWEWE MAKE CALANA KETAT


Cara berbusana adalah berbeda-beda, sesuai dengan budaya dari setiap daerah tertentu, misalnya cara berbusana di Indonesia juga berbeda-beda, yang jawa memakai pakaian adat Jawa, yang dari batak memakai busana adat Batak, dan lain-lain. Kalau jubah adalah budaya busana dari bangsa arab. Intinya setiap daerah pasti memiliki khas atau budaya sendiri-sendiri.
Namun di masa moderen seperti saat ini, terdapat banyak perkembangan mode atau style dalam berpenampilan pada masyarakat, khususnya bagi kaum hawa banyak sekali perkembangan dalam model atau cara berbusana, seperti halnya memakai celana, disamping berfungsi sebagai penutup aurat juga sebagai sarana untuk mempercantik diri dan memperindah penampilan. Tidak sedikit dari para wanita yang menggunakan celana ketat, sehingga sampai terlihat lekukan-lekukan tubuhnya.
Dari fenomena di atas, bagaimanakah pandangan fiqih tentang hukum wanita yang berbusana dengan memakai celana ketat?
Dalam hal ini, para ulama’ berbeda pandangan;
a. Tidak diperbolehkan bagi wanita memakai celana ketat sehingga menimbulkan syahwat bagi yang melihatnya apalagi sampai kelihatan warna kulitnya.
b. Makruh bagi wanita memakai celana ketat.
وَيَكْفِى مَا يُحْكَي لِحَجْمِ الْاَعْضَاءِ (اَيْ وَ يَكْفِيْ جِرْمٌ يَدْرِكُ النَّاسُ مِنْهُ قَدْرَ الْاَعْضَاءِ كَسَرَاوِيْلَ ضَيْقَةٍ) لَكِنَّهُ خِلَافُ الْاَوْلَى (اَيْ لِلرَّجُلِ وَاَمَّالْمَرأَةُ وَالْخُنْثَي فَيُكْرَهُ لَهُمَا) ( حاشية إعا نة الطا لبين ج 1 ص 134 )
وَشَرْطُ السَّاتِرِ فِى الصَّلاَةِ وَخاَرِجِهاَ اَنْ يَشْمِلَ الْمَسْتُوْرُ لَبِساً وَنَحْوَهُ مَعَ سَتْرِ اللَّوْنِ فَيَكْفِى مَا يَمْنَعُ اِدْرَاكَ لَوْنِ الْبَشَرَةِ
(Mauhibah Dzil Fadlal, juz II, hal. 326-327 dan al-Minhaj al-Qawim juz 1 hal 234).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar