Senin, 26 Desember 2011

MASALAH NGAJUAL BARANG WAKAF


Sebelum membahas tentang hukum menjual barang wakaf, perlu kita ketahui pengertian wakaf terlebih dahulu, pengertian wakaf adalah sebagai berikut:
اَلْوَقَفُ لُغَةً اَلْحَبْسُ وَشَرْعًا حَبْسُ مَالِ عَيْنٍ قَابِلٍ لِلنَّقْلِ يُمْكِنُ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ تَقَرُّباً اِلَى اللهِ.
Wakaf secara bahasa mempunyai arti menahan. Sedangkan menurut istilah adalah menahan bentuk harta yang dapat dipindah, diambil manfaatnya serta tetap bentuk barangnya yang dikerjakan karena Allah Swt.
Barang waqaf haruslah dimanfaatkan sesuai dengan keinginan waqif (orang yang mewaqafkan), namun terkadang terjadi kebingungan dalam mengelola barang waqafan yang sudah rusak atau kurang memberikan manfaat.
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum barang wakaf, apakah barang wakaf boleh dijual karena sebab-sebab tertentu dan kemudian hasil penjualan itu dibelanjakan dengan barang lain?
Dalam masalah ini ada tiga pendapat:
a. Menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i: Barang wakaf tidak boleh dijual.
b. Menurut Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Abu Hanifah: Boleh menjual barang wakaf dan kemudian membelanjakan hasil dari penjualannya dengan barang yang semisal atau barang lain yang lebih bermanfaat.
c. Menurut Imam Muhammad: Barang wakaf tersebut dikembalikan kepada pemiliknya yang pertama.
Diterangkan dalam kitab Rahmat al-Ummah fi Ikhtilaaf al-Ummah, hal 186 dan dalam kitab Jawahir al-‘Uqud juz 1 hal.254.
فَصْلٌ: وَاتَّفَقُوْا عَلَى أَنَّهُ إِذَا خَرِبَ الْوَقْفُ لَمْ يَعُدْ إِلَى مِلْكِ الْوَاقِفِ. ثُمَّ اخْتَلَفُوْا فِيْ جَوَازِ بَيْعِهِ، وَصَرْفِ ثَمَنِهِ فِيْ مِثْلِهِ، وَإِنْ كاَنَ مَسْجِدًا. فَقَالَ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ: يَبْقَى عَلَى حاَلِهِ فَلاَ يُباَعُ. وَقاَلَ أَحْمَدُ: يَجُوْزُ بَيْعُهُ وَصَرْفُ ثَمَنِهِ فِيْ مِثْلِهِ. وَكَذلِكَ فِيْ الْمَسْجِدِ إِذَا كاَنَ لاَ يُرْجَى عَوْدُهُ. وَلَيْسَ عِنْدَ أَبِيْ حَنِيْفَةَ نَصٌّ فِيْهَا وَاخْتَلَفَ صاَحِبَاهُ فَقَالَ أَبُوْ يُوْسُفَ: لاَ يُباَعُ. وَقَالَ مُحَمَّدُ: يَعُوْدُ إِلَى ماَلِكِهِ اْلاَوَّلِ. (جواهر العقود ج 1 ص 254)
Diterangkan dalam kitab Ahkamul Fuqaha’, juz 2 hal 74;
هَلْ يَجُوْزُ لِنَاظِرِ اْلأَرْضِ الْمَوْقُوْفَةِ عَلَى الْمَسْجِدِ أَنِ يَسْتَبْدِلَ لَهَا بِأُخْرَى الَّتِى هِيَ أَكْثَرُ مَنْفَعَةٍ مِنَ اْلأُوْلَى أَوْلاَ؟ الجواب: يَحْرُمُ إِسْتِبْدَالُ اْلأَرْضِ الْمَوْقُوْفَةِ وَيَجُوْزُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ إِنْ كَانَتْ أَكْثَرَ نَفْعًا إهــ (احكام الفقهاء ج 2 ص 74)
Artinya: Bolehkah bagi pengelola tanah waqafan untuk masjid, menukar tanah tersebut dengan tanah lain yang lebih banyak manfa’atnya? Jawab “Haram menukar barang atau tanah waqaf. Dan menurut madzhab hanafiyah boleh menjualnya jika lebih banyak manfa’atnya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar