Senin, 26 Desember 2011

MASALAH PEMAKAMAN & TALQIN


Macam-macam Orang Mati Syahid
Menurut Imam Ibnu Rif’ah dan sahabatnya, orang yang mati syahid itu ada tiga golongan, yaitu:
1. Syahid ‘Indallah (mati syahid menurut Allah) diantaranya:
a. Orang yang meninggal karena dibunuh secara zhalim
b. Meninggal karena tenggelam
c. Meninggal karena terbakar
d. Meninggal karena tertimpa bangunan
e. Meninggal karena sakit perut
f. Meninggal karena dilukai oleh orang lain
g. Meninggal karena kerinduan
h. Meninggal mendadak
i. Meninggal karena sakit waktu melahirkan
j. Meninggal di negeri orang kafir Harbi (Musuh)
Orang yang meninggal di atas termasuk golongan yang wajib diperlakukan sebagaimana mestinya (dimandikan dan dishalati).
2. Syahid Fid Dunya (mati syahid menurut manusia)
a. Orang yang meninggal sebagai pengatur strategi perang yang tidak terjun langsung dalam medan peperangan.
b. Orang yang meninggal dunia dalam peperangan akan tetapi memihak kepada kelompok lain.
c. Orang yang meninggal dunia dalam peperangan karena riya’ dan mencari popularitas.
Orang-orang yang meninggal di atas sebagai syahid secara hukum, jadi tidak wajib dimandikan dan dishalati.
3. Syahid Fid Dunya Wal Akhirat (mati syahid menurut Allah dan Manusia).
Yang termasuk golongan ini, yaitu orang yang meninggal karena berperang membela agama Allah (fii sabilillah). Mayat golongan ini tidak dimandikan dan tidak perlu dishalati. (Kifayah al-Akhyar, Fashal Fii al-Mu’tadati al-Raj’iyah juz I, hal.164).
وَإثْنَانِ لاَيُغْسَلاَنِ وَلا يُصَلَّى عَلَيْهِمَا : اَلشَّهِيْدُ فِى مَعْرَكَةِ اْلكُفََّارِ وَالسِّقْطُ اَّلذِى لَمْ يَسْتَهِلْ
Artinya : Dan dua orang yang tidak dimandikan dan tidak dishalati atas mereka: (1) orang yang meninggal dalam medan pertempuran melawan orang-orang kafir dan (2) janin yang jatuh (bayi kluron) yang belum sempat menangis.
(وَاثْنَانِ لاَ يُغْسَلاَنِ وَلَا يُصَلّى عَلَيْهِمَا الشَّهِيْدُ فِي مَعْرَكَةِ الْكُفَّارِ وَالسِّقْطُ الَّذِيْ لَمْ يَسْتَهِلْ ) وَيُصَلَّى عَلَيْهِ إِنْ اخْتَلَجَ اعْلَمْ أَنَّ الشَّهِيْدَ يَصْدُقُ عَلَى كُلِّ مَنْ قُتِلَ ظُلْمًا أَوْ مَاتَ بِغَرَقٍ أَوْ حَرَقٍ أَوْ هَدَمٍ أَوْ مَاتَ مَبْطُوْناً أَوْ مَاتَ عِشْقًا أَوْ كَانَتْ إِمْرَأَةٌ وَمَاتَتْ فِي الطَّلْقِ وَنَحْوِ ذَلِكَ وَكَذَا مَنْ مَاتَ فُجْأَةً أَوْ فِي دَارِ الْحَرْبِ قَالَهُ ابْنُ الرِّفْعَةُ وَمَعَ صِدْقِهِ أَنَّهُمْ شُهَدَاءٌ فَهَؤُلَاءُ يُغْسَلُوْنَ وَيُصَلَّي عَلَيْهِمْ كَسَاِئرِ المْـَوْتَى وَمَعْنَى الشَّهَادَةِ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ. وَأَمَّا مَنْ مَاتَ فِْي قِتَالِ الْكُفَّارِ مُدَبِّرًا غَيْرَ مُتَحَرِّفٍ لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلىَ الْفِئَةِ أَوْ كَانَ يُقَاتِلُ رِيَاءً وَسُمْعَةً فَهَذَا شَهِيْدٌ فِي الْحُكْمِ ِبمَعْنَى أَنَّهُ لَا يُغْسَلُ وَلَا يُصَلَّى عَلَيْهِ وَهُوَ شَهِيْدٌ فِي الدُّنْيَا دُوْنَ الآخِرَةِ وَأَمَّا مَنْ مَاتَ فِي قِتَالِ الْكُفَّارِ بِسَبَبِ الْقِتَالِ عَلَى الْوَجْهِ الْمَرْضِِّي فَهَذَا شَهِيْدٌ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ. ( كفاية الأخيار، فصل ويلزم في الميت، جزء 1 ص 154 )
Talqin Saat Naza’ (Sakaratul Maut)
Talqin terhadap orang yang akan meninggal dunia adalah mengajari ucapan kalimah toyyibah supaya dalam akhir hayatnya tetap membawa kalimat Laa Ilaha Illallah, Muhammad Rasulullah”.
عَنْ أَبِى سَعِيْدٍ الْخُدْرِىِّ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : « لَقِّنُوا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ». أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ فِى الصَّحِيحِ مِنْ حَدِيثِ خَالِدِ بْنِ مَخْلَدٍ عَنْ سُلَيْمَانَ وَأَخْرَجَهُ أَيْضًا مِنْ حَدِيثِ أَبِى حَازِمٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ .
1. صحيح مسلم باب تلقين الموتى.
2. سنن أبي داود باب مافى التلقين
3. السنن الكبرى للبيهقى وفي ذيله باب ما يستحب من تلقين الميت .
Dari said dan Abu Hurairoh ra. Mereka berkata, Rasul bersabda: “Ajarilah orang mati kalian dengan kalimat Laa Ilaha Illallah”. Hadits ini diriwayatkan Imam Muslim pada kitab sahihnya, dari cerita Khalid bin Makhlad, dari sulaiman. Imam Muslim juga meriwayatkan hadits ini dari cerita Abi Khazim, dari Abu Hurairah.
Yang dimaksud hadits di atas adalah Rasulullah mengutus kita agar mengajari orang yang sedang naza’ (menjelang meninggal dunia) dengan ucapan kalimat tauhid. Sebagaimana firman Allah:
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاء (27)
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh itu[788] dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki”. (Q.S. Ibrahim:27)
[788] Yang dimaksud ucapan-ucapan yang teguh di sini ialah kalimatun thayyibah yang disebut dalam ayat 24.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa sangat di anjurkan mengajari kalimat tauhid kepada orang yang akan meninggal dunia, karena pada saat menjelang kematiannya akan menjadi tolak ukur kebahagiaan dan kesengsaraan kehidupan manusia di akhirat selanjutnya.
Posisi Jenazah Ketika Dishalati
1. Posisi jenazah ketika dishalati
a. Posisi jenazah laki-laki yaitu posisi kepala terletak di sebelah kiri imam
b. Posisi jenazah perempuan yaitu posisi kepala terletak di sebelah kanan imam.
وَيَجْرِىْ هَذَا التَّفْصِيْلُ فِى الْوُقُوْفِ فِى الصَّلاَةِ عَلىَ الْقَبْرِ اِلَى اَنْ قاَلَ وَيُضَمُّ لِهذِهِ الْقَاعِدَةِ قاَعِدَةٌ اُخْرَى سَيَأْتِيْ اَلتَّصْرِيْحُ بِهَا فِىْ عِباَرَةِ الْبَرْماَوِىِّ وَهِيَ يُجْعَلُ مُعْظَمُ الْمَيِّتِ يَمِيْنَ الْمُصَلِّى فَحِيْنَئِذٍ يَكُوْنُ رَأْسُ الذَّكَرِ فِيْ جِهَةِ يَساَرِى الْمُصَلِّى وَاْلاُنْثَى باِلْعَكْسِ (حاشية الجمل على المنهاج الجزء 2 ص 188)
2. Posisi imam shalat jenazah
a. Untuk jenazah laki-laki, posisi imam berdiri lurus searah dengan kepala jenazah.
b. Untuk jenazah perempuan, posisi imam berdiri lurus searah dengan pantat jenazah. (Hasyiyah al-Jamal ‘Ala al-Minhaj, juz II, hal. 188)
وَيَقِفُ نَدْباً غَيْرُ مَأْمُوْمٍ فِى إِماَمٍ وَمُنْفَرِدٍ عِنْدَ رَأْسِ ذَكَر ٍوَعَجِزِ غَيْرِهِ مِنْ اُنْثىَ وَخُنْثَى (حاشية الجمل على المنهاج الجزء 2 ص 188)
Shalat Jenazah bagi Wanita
Hukum shalat jenazah adalah fardlu kifayah (yang mengerjakan satu menggugurkan kewajiban yang lain). Shalat jenazah bagi wanita hukumnya adalah sah. Tatapi ulama masih khilaf tentang apakah shalat jenazah orang wanita dapat menggugurkan kewajiban shalat jenazah bagi orang laki-laki?
a. Menurut Imam Ibnu Muqri dan dikukuhkan oleh imam al-Romli bahwa shalatnya orang perempuan sah dan hanya dapat menggugurkan fardu kifayah dari golongan perempuan saja, artinya tidak dapat menggugurkan kewajiban kaum laki-laki.
وَاِذَا صَلَّتْ اَلْمَرْأَةُ سَقَطَ اَلْفَرْضُ عَنِ النِّسَاءِ (شرح المنهج جز 2 ,181)
Perempuan yang shalat jenazah hanya bisa menggugurkan kewajiban bagi kalangan perempuan saja (tidak bisa menggugurkan kewajiban bagi laki-laki). (Sarayh, al-Minhaj, juz II, hal. 181)
b. Menurut Ibnu Hajar, melaksanakan shalat jenazah bagi perempuan sah dan bisa menggugurkan kewajiban shalat jenazah bagi yang lain dengan syarat tidak ada orang laki-laki. Dan shalat jenazah tersebut disunnahkan pula berjama’ah bagi golongan perempuan.
أَمَّا اِذاَ لَمْ يَكُنْ غَيْرُهُنَّ فَتَلْزَمُهُنَّ وَتَسْقُطُ بِفِعْلِهِنَّ وَتُسَنُّ لَهُنَّ الْجَمَاعَةُ
(شرح المنهج جز 2 ,181)
(Shalat jenazah) boleh bagi perempuan selagi tidak ada yang lain (orang laki-laki) dan juga dapat menggugurkan kewajiban orang laki-laki serta disunnahkan pelaksanaan shalat jenazah dengan berjama’ah. (Sarakh al-Minhaj, juz II, hal. 181)
Hukum Melaksanakan Shalat Jenazah Tanpa Wudlu
Pada suatu saat, setelah melaksanakan shalat jenazah, Sanimo ditanya temannya kenapa kamu shalat jenazah tanpa sesuci? Shalat itu kan harus punya wudlu’?. Bagaimanakah status shalat Sanimo dalam kasus di atas?
Hukumnya khilaf:
a. Tidak sah. Menurut ijma’ ulama’, setiap bentuk shalat yang diawali takbir dan diakhiri dengan salam harus dalam kondisi suci meskipun dalam shalat jenazah tanpa ruku’, i’tidal, sujud dan tahiyyat.
(فَرْعٌ) ذَكَرَناَ مَذْهَبُناَ اَنَّ صَلاَةَ الْجَنَازَةِ لاَتَصِحُّ اِلاَّ بِطَهَارَةٍ وَمَعْناَهُ إِنْ تَمَكَّنَ مِنَ اْلوُضُوْءِ لَمْ تَصِحَّ اِلاَّ بِهِ، وَإِنْ عَجَزَ تَيَمَّمَ، وَلَا يَصِحُّ التَّيَمُّمِ مَعَ إِمْكَانِ الْمَاءِ، وَإِنْ خَافَ فَوْتَ الْوَقْتِ (المجموع شرح المهذب جز 5 ص177)
Telah saya sebutkan bahwa sesungguhnya shalat jenazah itu tidaklah sah kecuali dengan bersuci. Artinya apabila seseorang masih mungkin berwudlu’, maka shalat jenazah tersebut tidak sah kecuali dilakukan dengan memakai wudlu’. (Al-Majmu’ syarh al-Muhadzab jld V, hal. 177)
b. Sah. Menurut Imam Ibnu Jarir dan Imam Syi’bi. Karena shalat jenazah merupakan bentuk do’a bukan seperti shalat maktubah atau yang lain.
وَقاَلَ الشَّعْبِىْ وَمُحَمَّدُ ابْنُ جَرِيْرٍ اَلطَّبَرِيّ وَالشِّيْعَةُ تَجُوْزُ صَلاَةُ الْجَناَزَةِ بِغَيْرِ الطَّهَارَةِ مَعَ اِمْكَانِ الْوُضُوْءِ وَالتَّيَمُّمِ لِأَنَّهَا دُعَاءٌ (المجموع شرح المهذب ج 5، ص 177)
Asya’bi, Muhammad bin Jarir al-Thabari dan kaum syi’ah berkata diperbolehkan shalat jenazah dengan tanpa bersuci, meskipun masih memungkinkan untuk mengerjakan wudlu’ dan tayammum, karena shalat jenazah itu hanya sekedar do’a. (Al-Majmu’ syarh al-Muhadzab jld V, hal. 177)
Kesaksian Terhadap Jenazah
Ketika jenazah hendak diberangkatkan ke pemakaman dilakukan acara Ibro’ terlebih dahulu di hadapan masyarakat, keluarga dan sanak famili yang ditinggalkannya untuk memohonkan maaf buat jenazah atas kesalahannya dan penyelesaian utang-piutang selama hidupnya, dalam kesempatan itu yang menarik adalah permintaan kesaksian masyarakat (isyhad) terhadap nilai perilaku jenazah selama hidupnya. Bagaimanakah hukum memberi kesaksian kepada jenazah yang akan diberangkatkan ke pemakaman?
Tradisi ibro’ yang telah berlaku di masyarakat ini hukumnya boleh (disunnahkan), bahkan dianjurkan memberi pujian baik kepada jenazah asalkan si mayit memang pantas untuk dipuji. Sebagaimana keterangan di bawah ini:
وَيُسْتَحَبُّ الثَّنَاءُ عَلَى الْمَيِّتِ وَذِكْرُ مَحَاسِنِهِ ( الاذكار النواوى ص 150 )
Disunnahkan memuji atas mayit dan menyebutkan kebaikannya. (al-Adzkar al-Nawawi hal.150)
( فَإِنْ رَأَى خَيْرًا سُنَّ ذِكْرُهُ ) لِيَكُوْنَ أَدْعَى لِكَثْرَةِ الْمُصَلِّينَ عَلَيْهِ وَالدَّاعِينَ لَهُ وَلِخَبَرِ ابْنِ حِبَّانِ وَالْحَاكِمِ اُذْكُرُوْا مَحَاسِنَ مَوْتَاكُمْ وَكَفُّوا عن مَسَاوِيهِمْ
Sunnah hukumnya menyebut kebaikan si mayit apabila mengetahuinya. Tujuannya tiada lain untuk mendorong agar lebih banyak yang memintakan rahmat dan berdoa untuknya. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Ibnu Hibban dan Hakim: Sebutlah kebaikan seseorang yang meninggal dunia dan hindari membuka aibnya. Fathu al-Wahab, bab Kitab al-Janaaiz juz 1 hal. 91.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - :« أَيُّمَا مُسْلِمٍ شَهِدَ لَهُ أَرْبَعَةٌ بِخَيْرٍ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ ». قَالَ قُلْنَا : وَثَلاَثَةٌ قَالَ :« وَثَلاَثَةٌ ». قَالَ قُلْنَا : وَاثْنَانِ قَالَ :« وَاثْنَانِ ». قَالَ : لَمْ نَسْأَلْهُ عَنِ الْوَاحِدِ رواه الْبُخَارِىُّ
Nabi bersabda: Setiap muslim yang disaksikan sebagai orang baik-baik oleh 4 orang, Allah akan memasukkan ke surga. Kami (para sahabat) bertanya: kalau disaksikan 3 orang? Nabi menjawab: kalau disaksikan 3 orang juga masuk surga. Kalau disaksikan 2 orang? Nabi menjawab: 2 orang juga. Kami (para sahabat) tidak menanyakan lagi bagaimana kalau hanya disaksikan oleh 1 orang. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab sahihnya,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar